Seperti kita tau, bentuk tongkonan menyerupai perahu
kerajaan Cina jaman dahulu, yang hampir seluruh badan rumah diukir dengan pisau
rajut sebagai pertanda status sosial pemilik bangunan, kemudian ditambah dengan
deretan tanduk kerbau yang terpasang/digantung di tiang paling depan rumah
“Tulak Somba”. Bentuk bangunan unik yang dapat dijumpai dihampir setiap
pekarangan rumah masyarakat Toraja ini, dikenal dengan sebutan nama Tongkonan.
Sebutan Tongkonan berasal dari istilah "tongkon"
yang berarti duduk, dahulu rumah ini merupakan pusat pemerintahan, kekuasaan
adat dan perkembangan kehidupan sosial budaya masyarakat Tana Toraja. Rumah ini
tidak bisa dimiliki oleh perseorangan, melainkan dimiliki secara turun-temurun
oleh keluarga atau marga suku Tana Toraja. Dengan sifatnya yang demikian,
tongkonan mempunyai beberapa fungsi, antara lain: pusat budaya, pusat pembinaan
keluarga, pembinaan peraturan keluarga dan kegotongroyongan, pusat dinamisator,
motivator dan stabilisator sosial.
Oleh karena Tongkonan mempunyai kewajiban sosial dan budaya
yang juga bertingkat-tingkat dimasyarakat, maka dikenal beberapa jenis
tongkonan, antara lain yaitu:
- Tongkonan Layuk atau Tongkonan Pesio' Aluk, yaitu Tongkonan tempat menciptakan dan menyusun aturan-aturan sosial keagamaan.
- Tongkonan Pekaindoran atau Pekamberan atau Tongkonan kaparengngesan, yaitu Tongkonan yang satu ini berfungsi sebagai tempat pengurus atau pengatur pemerintahan adat, berdasarkan aturan dari Tongkonan Pesio' Aluk.
- Tongkonan Batu A'riri, yang berfungsi sebagai tongkonan penunjang. Tongkonan ini yang mengatur dan berperan dalam membina persatuan keluarga serta membina warisan tongkonan. Tongkonan merupakan peninggalan yang harus dan selalu dilestarikan, hampir seluruh Tongkonan di Tana Toraja sangat menarik untuk dikunjungi sehingga bisa mengetahui sejauh mana adat istiadat masyarakat Toraja, serta banyak sudah Tongkonan yang menjadi objek wisata.
- Tongkonan Marimbunna, Tongkonan tersebut terletak dikelurahan Tikala, sekitar 6 Km arah utara Rantepao. Marimbunna, merupakan nama dari orang pertama yang datang di daerah ini. Mempunyai daya tarik berupa peninggalan-peninggalan Marimbunna, yaitu: rumah sekaligus tempat mandi yang letaknya berada di atas karang, liang batu yang proses pembuatannya dipahat dengan menggunakan kayu serta ada juga kuburan Marimbunna yang diukir berbentuk perahu dan kerbau berdiri. Di sini kita juga dapat menjumpai jasad Marinbunna, yang tinggal tulangnya saja namun rambutnya tetap menempel di dahinya.
- Benteng Batu, Benteng Batu adalah nama perkampungan asli orang Baruppu. Perkampungan ini terletak di Kecamatan Rindingallo, dengan jarak kurang lebih 50 Km arah utara Rantepao, didaerah ini seluruh wilayahnya dikelilingi oleh tebing. Sehingga otomatis keberadaannya terisolir dari dunia luar, untuk dapat masuk ke daerah tersebut hanya bisa melewati satu jalan yakni sebuah lorong batu yang memiliki daya tarik tersendiri. Tebing-tebing yang mengeliligi daerah ini masing-masing diberi nama, antara lain: Tebing batu, Kavu Angin dan Benteng Saji. Selain pemah dipakai untuk benteng pertahanan melawan Belanda, di tebing-tebing tersebut, terdapat kuburan dalam bentuk liang pahat maupun gua alam yang ada jasadnya. Pada setiap tahunnya, diadakan prosesi ritual penggantian pakaian jenazah yang disebut dengan to'ma' nene.
- Tongkonan Bate-Banbalu, Tongkonan Bate-Bambalu terletak di Kecamatan Sa'dan Balusu, dengan jarak tempuh sekitar 2,5 Km arah timur Palopo. Didirikan sekitar abad X Masehi dan merupakan tongkonan tertua di daerah tersebut. Didirikan oleh seorang yang bernama Tanditonda, yang merupakan nenek moyang penduduk disana. Mitos yang ada menyebutkan bahwa Tanditonda adalah orang yang kaya akan kerbau dan gemar minum susu kerbau, hingga suatu saat susu-susu kerbaunya hilang dicuri orang, yang ternyata kelak si pencuri itu menjadi istrinya. Sebelum menikah dengan perempuan yang bernama Manurun Di Batara tersebut, mereka membuat kesepakatan bahwa Tangditonda tidak boleh memukul istrinya. Namun suatu saat janji itu dilanggarnya, istrinya yang sebenarnya dewa itu akhirnya meninggalkannya menuju langit, jalan lewat pelangi, dengan meninggalkan rumah tongkonannya, dan juga tenun yang belum selesai.
- Tongkonan Siguntu', Tongkonan Siguntu' terletak di Dusun Kadundung, Desa Nonongan Kecamatan Sanggalangi'. Dengan jarak sekitar 5 Km dari kota Rantepao, tongkonan yang unik ini dibangun oleh Pongtanditulaan. Keberadaannya yang di atas sebuah bukit menyajikan pemandangan alam yang indah mempesona, dengan dikelilingi hamparan sawah pada bagian timur serta tebing-tebing bukit Buntu Tabang, dengan keberadaan seperti ini membuat tongkonan nampak megah serasi bersatu dengan alam disekitarnya.
- Tongkonan Lingkasaile-Beloraya, Tongkonan Lingkasaile adalah tongkonan yang pertama kali di daerah ini. Dibangun di kawasan Desa Balusu, 14 Km dari Rantepao, pendirinya bernama Takke Buku, keturunan Polo Padang dan Puang Gading. Tongkonan yang sudah ditumbuhi tanaman paku diatapnya ini, masih menyimpan perabot rumah tangga tempo dulu. Selain itu, tongkonan ini punya daya pikat khusus, yaitu di percaya, bila kita lewat pasti ingin menolehnya kembali. Oieh karena itulah tongkonan ini disebut dengan Lingkasaile-Beloraya, lingka sendiri berarti langkah, sedangkan Beloraya berarti menoleh kembali. Takke Buku memiliki/menyandang gelar Puang Takke Buku, beliau hidup kurang lebih pada abad ke-10. Selain Tongkonan Lengkasaile yang dibangun, ia juga membuat kuburan Bagi keluarganya yang disebut Liang Sanda Madao dan Rante Tendan yang digunakan tempat upacara pemakaman.
- Tongkonan Rantewai, Tongkonan Rantewai atau Tongkonan Ranteuai, ini dibangun oleh sepasang suami istri bernama To welai Langi'na dan Tasik Rante Manurun. Didirikan sekitar abad XVII, Tongkonan ini memiliki simbol kepemimpinan, yakni tergambar pada patung kayu yang berbentuk "kepala naga" sebanyak delapan buah. Pada tahun 1917, Seluruhpeninggalan mengenai bukti perjuangan dalam mempertahankan tanah air bisa kita dapatkan di rumah adat Tongkonan Kollo-kollo ini.
- Tongkonan Penanian, Suatu nama yang manis, oleh karena "Penanian" dalam bahasa Toraja, berarti sesuatu yang bermanfaat bagi semua orang, untuk dibaca dan dinyanyikan. Tongkonan ini terletak sekitar 14 Km arah timur kota Rantepao. Tongkonan Penanian mempunyai daya tarik keindahan tersendiri. Dengan menyajikan pemandangan serta tata letak deretan lumbung padi atau Alangsura' yang berjajar rapi dan antik. Lumbung-lumbung padi ini dibangun oleh Kepala Distrik Nanggala bernama Siambe Salurapa' yang juga sebelumnya sebagai pemangku adat dalam daerah Nanggala dan sekitarnya.
- Tongkonan Layuk Pattan, Tongkonan layuk pattan, terletak di desa ulusalu, sekitar 18 Km dari kota Makale. Di bawah kepemimpinan Ma'dika, pemimpin tertinggi desa ini, para generasi maupun leluhur desa senantiasa melaksanakan upacara adat rambu tuka' atau ma'bua' ditongkonan tersebut. Selain itu, tongkonan Layuk Pattan juga berfungsi sebagai tempat musyawarah aluk atau adat, yang lebih dikenal dengan istilah tondok panglisan aluk, tempat pemerintahan juga sebagai tempat pengadilan adat. Tongkonan Layuk Pattan didirikan oleh Kala' pada kira-kira abad XIV, beragam peninggalan sejarah yang dapat disaksikan disini. Selain Tau-tau berjumlah 130 buah, tempat upacara adat Rante, monumen batu menhir, juga barang pusaka lainnya seperti mawa', keris dan tombak. Desa ini juga dilengkapi dengan sebuah Benteng yang kokoh, belum pernah terkalahkan oleh musuh pada jaman dulu kala yaitu Benteng Boronan.
Perumahan Adat Palawa', Dahuiu kala ada seorang lelaki dari
Gunung Sesean bernama "Tomadao" berpetualang. Dalam petualangannya ia
bertemu dengan seorang gadis dari gunung Tibembeng bernama "Tallo' Mangka
Kalena". Mereka kemudian menikah dan bermukim disebelah timur "desa
Palawa" dan sekarang ini bernama Kulambu. Dari perkawinan ini lahir seorang
anak laki-laki bernama Datu Muane' yang kemudian menikahi seorang wanita
bernama Lai Rangri'. Kemudian mereka beranak pinak dan mendirikan sebuah
kampung yang sekaligus berfungsi sebagai Benteng Pertahanan. Ada sebuah tradisi
disaat peperangan terjadi antar kampung/musuh, jika ada lawan yang menyerang
dan bisa dikalahkan atau dibunuh, maka darahnya diminum dan dagingnya
dicincang, tradisi ini disebut Pa'lawak. Pada pertengahan abad XI, berdasarkan
musyawarah adat disepakati, mengganti nama Pa' lawak menjadi Palawa', sebagai
suatu kompleks perumahan adat. Dan bukan lagi daging manusia yang dimakan,
tetapi diganti dengan ayam dan disebut Palawa' manuk. Keturunan Datu Muane
secara berturut-turut membangun tongkonan di Palawa'. Sekarang ini terdapat 11
buah tongkonan (rumah adat) yang urutannya sebagai berikut (dihitung mulai dari
arah sebelah barat):
Tongkonan Salassa' dibangun oleh Salassa';
Tongkonan Buntu dibangun oleh Ne'Tatan
Tongkonan Ne'Niro dibangun olek Patangke dan Sampe Bungin
Tongkonan Ne'Dane dibangun oleh Ne'Matasik
Tongkonan Ne'Sapea dibangun oleh Ne'Sapeah
Tongkonan Katile dibangun oleh Ne'Pipe
Tongkonan Ne'Malle dibangun oleh Ne'Malle
Tongkonan Sasana Budaya dibangun oleh Ne'Malle
Tongkonan Bamba II dibangun oleh Patampang
Tongkonan Ne'Babu dibangun oleh Ne'Babu'
Tongkonan Bamba I dibangun oleh Ne'Ta'pare.
- Tongkonan Palawa' juga memiliki Rante yang disebut Rante Pa'padanunan dan Liang Tua (Kuburan Batu) di Tiro Allo dan Kamandi, selain tongkonan juga dibangun lumbung atau alang sura' tempat menyimpan padi.
- Tongkonan Unnoni, Unnoni artinya, "Berbunyi dan bergabung keseluruh penjuru". Nama ini membawa nama harum bagi keturunan leluhur dari Tongkonan Unnoni, sebab beberapa turunan dari tongkonan ini menjadi Kepala Distrik yang sekaligus dilantik sebagai puang (golongan bangsawan tertinggi), di wilayah Sa'dan Balisu desa paling utara Tana Toraja. Puang, sekaligus sebagai to Parengnge' yakni sebagai pemimpin adat dan pemimpin rakyat. Turunan yang berasal dari tongkonan Unnoni antara lain ne' Tongongan, Puang ne'Menteng, Puang Bulo', Puang Pong Sitemme', Puang Ponglabba, Puang Ne' Matandung dan terakhir Puang Duma'Bulo' . Tongkonan Unnoni melahirkan atau erat hubunganya dengan Tongkonan Belo' Sa'dan,Tongkonan Rea, Tongkonan Buntu Lobo' dan Tongkonan Pambalan. Generasi Tongkonan Unnoni merupakan generas yang pandai menenun . Istri para pemimpin dari masing-masing Tongkonan inilah yang memiliki ketrampilan menenun secara tradisional (tenun ukir). Cara menenun ini, oleh istri pemimpin diajarkan pada rakyatnya, hingga sekarang dan dapat dilestarikan. Proses menenun Tenun Paruki' inilah, yang dipertontonkan di Tongkonan Unnoni, mulai dari cara merendam benang sampai bisa jadi selembar kain tenun yang terukir cantik dan indah, dalam ukiran motif Toraja melalui sembilan tahapan.
- Tongkonan Layukna Galuga Dua dan Pertenunan Asli Sangkombang, Tongkonan Layukna Galuga Dua merupakan salah satu tongkonan yang dijadikan pengadilan, selain digunakan untuk pengadilan terhadap pelanggaran adat yang menjadi tanggung jawab To'Perengnge, juga merupakan pusat musyawarah para pemimpin keluarga dari Tongkonan Galuga dua untuk menentukan suatu rencana. Terletak sekitar 12 Km, arah utara dari Rantepao, Tongkonan Layukna Puang Galuga Dua; ini dibangun pada tahun 1189 oleh kedua putra Galuga. Dari kedua putranya ini, masing-masing membangun Tongkonan yaitu Tongkonan Papabannu' dari putra pertama dan Banau Sura' dari putra keduanya. Tongkonan Layukna Galuga selain tongkonan keluarga Galuga Dua juga merupakan pusat pertenunan dengan bebagai motif sesuai dengan kebutuhan adat dan ciri khas budaya Toraja. Macam-macam motif tenunan adalah: Tenunan Pamiring khusus untuk sarung perempuan,Tenunan Sappa khusus untuk celana laki-laki, Tenunan Paramba' khusus untuk selimut, Tenunan Paruki' khusus taplak meja dan dekorasi atau hiasan dinding, tenunan Lando khusus tombi untuk pesta untuk pesta rambu solo' atau sapu randanan.
- To'Barana Sa'Dan dan Pertenunan Asli Toraja, Sa'dan artinya air atau batang air, To'Barana artinya tempat beringin atau pohon beringin, To' Barana merupakan tempat pengampunan masyarakat Sa'dan dahulu kala apabila masyarakat menghadapi sesuatu kesulitan. Lokasi To'Barana pada mulanya dibentuk oleh nenek moyang keluarga To Barana yang bernama Langi' para'pak. Pada lokasi ini dijadikan perkampungan tongkonan to'. Kemudian, tongkonan ini mengalami renovasi/dibaharui oleh leluhur To'Barana' bernama Puang Pong Labba. Kira- kira dua abad yang lalu dan kemudian mengalami renovasi lagi oleh keluarga Puang Pong Padati pada tahun 1959.
Lokasi dan rumah tongkonan yang diwariskan secara turun
temurun kepada generasinya ini selain sebagai tongkonan juga sebagai pusat
pertenunan asli Toraja. Para wanita di sini memiliki ketrampilan menenun,
karena sejak kecil telah diajarkan oleh orang tuanya. Bahan baku dari bahan
tenunan asli di Sa'dan adalah benang kapas yang dipintal kemudian ditenun,
seiring dengan perkembangan jaman saat ini tenun sa'dan sudah mulai menciptakan
bemacam-macam motif tenun.
Perumahan Adat Balik Saluallo Sangngalla', Balik Saluallo,
objek yang juga tidak ketinggalan memiliki beberapa keunggulan atau keunikan
tersendiri. Buburan sebagai tempat persembahan masyarakat Toraja yang masih
memeluk agama Aluk Todolo (Ancester believe) dilokasi ini untuk memohon hujan
pada saat musim kemarau dengan melakukan persembahan pemotongan hewan.
Seiring berjalannya waktu, Tongkonan sudah dibangun dalam
jumlah yang lebih banyak.
Sumber :
No comments:
Post a Comment